Senin, 19 Desember 2011

Mengembangkan Bisnis Spa yang Kompeten

Perkembangan industri Spa demikian pesat terjadi. Hal ini terlihat dari maraknya penggunaan label Spa oleh salon, panti pijat, hingga pusat kebugaran (fitness center). Dirasakan perlunya menjaga citra bidang usaha Spa, supaya tidak perjadi mispersepsi di kalangan masyarakat terhadap bisnis spa ini. Salah satu cara yang dinilai mampu mengakomodasi hal tersebut adalah dengan memiliki tenaga kerja atau sumber daya manusia (SDM) terapis spa yang kompeten.
Untuk mencapai tujuan terciptanya SDM Spa yang kompeten, diperlukan lembaga pendidikan dan pelatihan (kursus) Spa yang terstandarisasi secara nasional. Pemerintah ternyatra tidak menutup mata dengan situasi dan kebutuhan di dunia bisnis spa tersebut. Perkembangan bisnis Spa mendorong Pemerintah menciptakan regulasi-regulasi yang selaras dengan kebutuhan bisnis spa tersebut. Kementerian Budaya dan Pariwisata, yang mengatur soal Usaha Spa, memfasilitasi dengan mengeluarkan Regulasi mengenai Klasifikasi Usaha Spa dan Standarisasi Usaha Spa. Departemen Kesehatan  mengeluarkan regulasi untuk menangani masalah Pelayanan Kesehatan bidang Spa, dengan adanya Permenkes mengenai Pedoman Pelayanan Kesehatan bidang Spa. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan regulasi mengenai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang Spa. Departemen Pendidikan Nasional juga ikut berperan serta dengan mengeluarkan regulasi yang mengatur masalah Kursus Spa dengan mengeluarkan Standar Kursus Spa, Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Spa dan Kurikulumnya.
Bisnis Spa berbasis Kompetensi mungkin baru anda dengar. Namun implementasinya sungguh akan memberikan kepastian mengenai level (tingkatan) dibidang Spa, yakni; level 2 (Asisten Spa Terapis), level 3 (Spa Terapis Yunior), level 4 (Spa Terapis Senior), level 5 (Supervisor Spa), level 6 (Manajer Spa) hingga level 7 (Pendidik dan Penguji Spa), level 8 (Direktur Spa) dan level 9 (Konsultan Spa). Di setiap level tersebut mencerminkan tingkat keahlian dan kompetensi seorang terapis. Dengan level yang jelas, pelaku bisnis spa dan para terapis spa akan dimudahkan dalam hal penentuan tarif, pengembangan kompetensi, pengembangan karir, dan kebutuhan lainnya terkait pengelolaan dan pengembangan SDM Spa. Level di bidang spa tersebut juga memberikan peta yang jelas bagi para penyelenggara kursus dan pelatihan bagi terapis spa, untuk menyusun kurikulum pendidikan sesuai tingkat penguasaan kompetensi. Hal ini berarti efektivitas dan efisiensi pendidikan bagi para spa terapis dapat dipenuhi melalui kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
Kursus Spa merupakan program pendidikan dan pelatihan yang menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan industri Spa yang berkembang di masyarakat. Sebenarnya orientasi dari Kursus Spa adalah, agar peserta didik memahami dan terampil melakukan perawatan Spa secara terus menerus, beradaptasi dan terampil dengan teknologi, dan menerapkan berbagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan Spa serta dapat merespon secara kritis semua perkembangan di dunia usaha Spa untuk menjalankan profesinya sebagai Spa Terapis. Program kursus Spa tersebut dapat memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang didapat dalam pengalaman belajar dan proses kerja magang di dunia usaha dan industri Spa.
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) bertujuan agar menjadi pedoman menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten. Kursus Spa akan menumbuhkan kemampuan dalam lingkup pekerjaan perawatan Spa yang mencakup hal sebagai berikut; Pertama, pemahaman tentang pengetahuan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip dan elemen-elemen kompetensi yang dibutuhkan untuk menjadi seorang Terapis Spa. Kedua, kemampuan-kemampuan dalam lingkup pekerjaan yang berkaitan dengan perawatan Spa. Ketiga, nilai-nilai, sikap, dan etika kerja serta kemampuan berkomunikasi guna menjalankan profesi Terapis Spa.
(Diolah dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar